Suntik pada saat puasa barangkali sebagian orang membutuhkannya. Namun apakah semua jenis injeksi lewat suntik membatalkan puasa?
Intinya, suntik itu ada tiga macam:
1- Suntik pada kulit
2- Suntik pada otot
3- Suntik pada pembuluh darah
Dari tiga macam tersebut, kita dapat bagi menjadi dua:
1- Suntik pada kulit, otot dan pembuluh darah dengan injeksi non-makanan.
Untuk yang pertama ini, maka menurut para ulama kontemporer tidaklah membatalkan puasa, bahkan tidak terlihat khilaf (perbedaan pendapat) dalam hal ini. Di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad Bakhit, dan Syaikh Muhammad Syaltut.
Alasannya karena yang dimasukkan bukanlah makan dan minuman, juga tidak diartikan sebagai makan atau minum.
2- Suntik pada pembuluh darah dengan injeksi makanan.
Ada perselisihan para ulama dalam hal ini menjadi dua pendapat:
Pendapat pertama: Membatalkan puasa. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, dan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin.
Alasannya bahwasanya suntik semacam ini bermakna makan dan minum dan pasien yang mendapatkan suntikan tersebut sudah mencukupi dari makan dan minum.
Pendapat kedua: Tidak membatalkan puasa. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Muhammad Bakhit, Syaikh Muhammad Syaltut, dan Syaikh Sayyid Sabiq.
Alasannya bahwasanya suntik semacam ini tidak mempunyai pengaruh apa-apa sampai ke bagian dalam tubuh. Namun hal ini bisa disanggah dengan kita katakan bahwa alasan membatalkan itu bukan karena sesuatu yang masuk dalam tubuh saja lewat jalur yang biasa makanan disalurkan. Dihukumi sebagai pembatal karena dapat menguatkan badan dan ini dihasilkan dengan injeksi suntik yang mengandung makanan ini.
Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat mayoritas ulama kontemporer yang menyatakan batalnya puasa dengan adanya injeksi suntik yang mengandung makanan.
Insya Allah akan dilanjutkan dengan pembatal puasa kontemporer lainnya.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Fiqhun Nawazil fil ‘Ibadah, Syaikh Dr. Kholid bin ‘Ali Al Musyaiqih, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan pertama, tahun 1433 H, hal. 253-254.
Mufthirootu Ash Shiyam Al Mu’ashiroh, -Guru kami- Syaikh Dr. Ahmad bin Muhammad Al Kholil (Asisten Profesor di jurusan Fikih Jami’ah Al Qoshim), soft file.
@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, Selasa pagi, 2 Sya’ban 1434 H
Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat